*** WELCOME TO MY FRIEND'S ***

*** WELCOME TO MY FRIEND'S ***
Silahkan masukkan saran setelah menelusuri blog ini,
marilah kita berdiskusi untuk meretas IDE dan
PIKIRAN dalam meningkatkan kualitas kajian dalam
bidang HUKUM, DEMOKRASI DAN PEMERINTAHAN

Jumat, 14 Januari 2011

Tulisan Artikel :


PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN
GOOD GOVERNENCE
Oleh : Agussalim Andi Gadjong


Pendahuluan

Perubahan fungsi negara yang terjadi di akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 dari fungsi negara yang hanya terbatas pada menjaga keamanan dan ketertiban umum dengan motto adalah kebebasan tanpa campurtangan penguasa, mengalami perubahan yang sebaliknya yaitu negara wajib turut serta dalam pergaulan kehidupan sosial ekonomi untuk membangun dan menciptakan suatu kehidupan masyarakat yang lebih baik, adil dan sejahtera.
Fungsi negara tidak sekedar mempertahankan ketertiban yang ada, akan tetapi ia juga berfungsi untuk menjelmakan nilai-nilai yang baru, menciptakan fasilitas-fasilitas yang baru, singkatnya ia harus memperbaiki dan bila perlu merombak tertib hidup yang ada dan menggantinya dengan yang lebih baik. Motto sekarang adalah kebebasan dengan campur tangan penguasa. Dengan fungsi negara semacam ini, diperlukan pekerjaan yang kreatif untuk dapat merealisasikannya dalam masyarakat yang senantiasa berubah. Pembuat UU tidak mampu untuk membuat peraturan-peraturan yang terperinci bagi aparat pelaksana yang dibebani tugas untuk mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang hendak dicapai dengan fungsi negara tersebut. Pembuat UU hanya membuat garis-garis besarnya saja sedangkan mengenai penerapannya ia menyerahkan dan memberi kebebasan pada aparat pelaksana untuk menilai dan menentukan apa yang pada nyatanya harus dan patut terjadi sesuai dinamika masyarakat.
Dalam kaitan ini, Muin Fahmal (2004 : 2) mengemukakan bahwa dalam berbagai ketentuan perundang-undangan, disamping mengatur wewenang normatif para penyelenggara juga diberi wewenang bebas. Dalam praktek seringkali berlebihan dengan dalih adanya wewenang bebas (Vrije Bevoegheid) yang saling berhadapan dengan wewenang terikat (Gebonden Bevoegheiden). Dengan demikian apabila kebebasan pemerintah berkembang tanpa kendali akan cenderung menghidupkan sistem otoriter dalam pemerintahan, yang tendensinya akan menghambat terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (Clean and Strong Goverment) (Muchsan, 1999 : 9).
Dalam sejarah timbulnya prinsip Good Governence atau Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik ini bermula dari adanya rasa ketakutan sebagian masyarakat terhadap kebebasan bertindak (Freies Ermessen) dari administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya mewujudkan Welfare State atau Social Rechtstaat. Freies Ermessen dikuatirkan akan menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat, sehingga untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi warga masyarakat, maka timbullah apa yang disebut sebagai prinsip umum pemerintahan yang baik (The General Principles of Good Administration).
Dalam konteks reformasi pemerintahan yang sedang berlangsung dewasa ini di Indonesia perubahan paradigma dari pemerintah (Goverment) menjadi kepemerintahan (Governence) sebagai wujud interaksi sosial politik antara pemeintah dengan masyarakat dalam menghadapi berbagai permasalahan yang demikian kompleks, dinamis dan beraneka ragam. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governence) menghendaki adanya akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan rule of law sementara pemerintahan yang bersih menuntut terbebasnya praktek yang menyimpang (mal-administration). Untuk itu eksistensi pemerintahan yang bersih (Clean Goverment) dan Good Governence menjadi urgen untuk dilakukan pengkajian terutama dari sudut pendekatan Hukum Administarsi.

Konsep Pemerintahan yang bersih dan Good Governence

Pemerintahan yang bersih pertama-tama harus dipahami dalam makna Rechtmatig bestuur atau rechtmatigheid van bestuur, sebaliknya pemerintahan yang tidak bersih bermakna Onrechtmatig Bestuur atau Onrechtmatigheid van Bestuur. Namun demikian suatu pemerintahan yang Onrechtmatig atau Onrechtmatigheid van Bestuur tidak dengan sendirinya bermakna strafbaar yang digolongkan delik jabatan (ambst delict). Tetapi memang benar pada umumnya, dalam suatu pemerintahan yang tidak steril dari perbuatan pejabat yang korup (Laica Marzuki, 2005 : 101).
Menurut Philipus M. Hadjon (1994 : 7), konsep pemerintahan yang bersih bukanlah suatu konsep normatif. Oleh karena itu, tidak ada ukuran normatif tentang patokan standarisasi pemerintahan yang bersih. Dalam bahasa Normatif, konsep pemerintahan yang bersih sejajar dengan konsep Rechtmatig Bestuur atau Rechtmatigheid van Bestuur.
Dalam kaitan ini, menurut Bagir Manan dalam sambutannya sebagai promotor (2004 : 8) mengemukakan bahwa pengertian bersih dalam istilah pemerintahan yang bersih hendaknya mencakup pula efisiensi, efektif, terbuka dan akuntabel tidak sekedar perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya istilah Good Governence dipergunakan secara berbeda oleh pakar. Panitia seminar Hukum Nasional ke VII Tahun 1999 memaknai konsep Good Governence dengan istilah ”Sistem Pemerintahan Layak (Good Governence)”, yang terwujud dalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang memiliki akuntabilitas publik merupakan hal-hal yang sangat menentukan berfungsinya supra struktur dan infra struktur politik sesuai dengan ketentuan hukum yang dibuat secara demokratis (BPHN, 1999 : 6).
Miftah Toha mempergunakan istilah ”tata pemerintahan yang baik dan berwibawa” sebagai padanan istilah Good Governence sedang Soewoto Mulyosudarmo lebih akrab dengan istilah ”pemerintahan yang baik”. Dikemukakannya bahwa pemerintahan yang bersih (Clean Goverment) akan melahirkan pemerintahan yang baik (Good Governence). Pemerintahan yang baik hanya bisa terwujud bila diselenggarakan oleh pemerintah yang baik (Good Goverment). Pemerintah yang baik harus berdasarkan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Demikian pula Mahfud MD mempergunakan istilah ”pengelolaan yang baik untuk mengartikan Good Governence” (Hamza Baharuddin, 2006 : 102-103).
Dari keempat istilah yang dipergunakan oleh pakar di atas, bila dikaji secara cermat, maka dapat ditarik satu unsur yang sema yaitu bahwa dalam istilah Good Governence itu substansi intinya adalah penyelenggaraan atau aktivitas dari penyelenggaraan pemerintahan (Pemerintah), yang dapat dilihat dari penggunaan kata pemerintahan, kecuali Mahfud MD mempergunakan kata pengelolaan, tentunya yang dimaksud adalah penyelenggaraan pemerintahan.
United Nation Devolopmet Program (UNDP) mendefinisikan kepemerintahan (Governence) sebagai pelaksanaan kewenangan/ kekuasaan dibidang ekonomi, politik dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas dan kohesivitas sosial dalam masyarakat (Sedarmayanti, 2004 : 3).
Berikutnya secara konseptual pengertian kata baik dalam istilah kepemerintahan yang baik (Good Governence) mengandung dua pemahaman : Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial; Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut (Sedarmayanti, 2004 : 3).
Adapun karakteristik Good Governence menurut Sedarmayanti (2004 : 7) yaitu :
1.    Akuntabilitas;
2.    Transparansi;
3.    Keterbukaan;
4.    Aturan Hukum.
Demikian pula Afan Gaffar (1997 : 7-10) yang berlandaskan pada pemikiran Good Governence menyimpulkan sejumlah prasyarat untuk mengamati sebuah tatanan pemerintahan merupakan sistem yang demokratis dan bersih atau tidak yaitu :
1.    Akuntabilitas
Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya.
2.    Rotasi Kekuasaan
Dalam demokrasi, peluang akan terjadi rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai.
3.    Rekruitmen politik yang terbuka
Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan diperlukan suatu sistem rekruitmen politik yang terbuka.
4.    Pemilihan Umum
Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur.
5.    Menikmati hak-hak dasar
Dalam suatu negara demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas.
Dengan demikian, maka pemerintahan yang baik dan bersih adalah pemerintahan yang dalam proses maupun hasil keputusannya benar-benar mencerminkan akuntabilitas, terbuka, menerima perbedaan dan kontrol masyarakat dan hukum harus ditegakkan secara nyata.
Menurut Abdul Gani Abdullah (2002 : 2 ) mengemukakan bahwa good governance itu berhubungan erat dengan managemen pengelolaan kebijakan pembangunan (khususnya dibidang hukum). Apabila seorang pejabat publik akan mengambil keputusan untuk menetapkan suatu kebijakan dalam melaksanakan pembangunan terlebih dahulu dia harus menerapkan prinsip prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sehingga hasil akhirnya secara menyeluruh adalah suatu perintah yang baik. Keputusan yang diambil oleh seorang pejabat itu berbentuk Beschikking, Beleids Regels (kebijakan) maupun Regeling (aturan umum) harus benar benar berdasarkan kewenangan atributif  yang diberikan undang undang ,maupun kewenangan derivative yang dilimpahkan oleh pejabat diatas. Ciri Good Governence disini adalah keputusan tersebut diambil secara demokratis, transparan, akuntabilitas dan benar.
Perlu dikemukakan bahwa pembahasan makalah ini menggunakan pendekatan Hukum Administrasi, sehingga pengkajian atas pemerintahan yang bersih lebih ditekankan kepada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagai bagian dari Good Governence. Meskipun antara Good Governence dan General Principles of Good Administration atau Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur terdapat perbedaan dalam 2 hal yaitu :
1.    Good Governence tidak hanya mengenai Administrasi negara, tetapi semua cabang pemerintahan. Bahkan bukan hanya cabang-cabang pemerintahan sebagai sufra struktur tetapi juga unsur-unsur infra struktur.
2.    Good Governence, tidak hanya asas dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan tetapi juga penyelenggaraan politik, ekonomi dan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. (Bagir Manan : 2004 : 8)
Untuk itu dalam mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih antara Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur) dengan upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih, jika dijadikan dasar asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka pengertian pemerintahan yang bersih adalah hanya administrasi negara yang bersih (Bagir Manan, 2004 : 8).

Pemerintahan Yang Bersih dan Good Governence Dalam Negara Kesejahteraan

Sebagai konsekuensi dianutnya Negara Kesejahteraan, maka fungsi negara makin luas tidak hanya sekedar menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga terlibat dalam berbagai aspek kehidupan rakyatnya. Dengan keterlibatan pemerintah tersebut membawa dampak kekuasaan pemerintah juga makin luas, yang dalam prakteknya tidak menutup kemungkinan akan terjadi penggunaan kekuasaan oleh pemerintah secara melawan hukum. Pada dasarnya pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi atas dasar Freies Ermessen dapat melakukan perbuatan-perbuatan lainnya meskipun belum diatur secara tegas oleh undang-undang.
Menurut Philipus. M Hadjon (1993:136), bahwa di Belanda untuk keputusan terikat (Gebonden Beschikking) diukur dengan peraturan perundang-undangan (hukum tertulis), namun untuk keputusan bebas (Vrije Beschikking) dapat diukur dengan hukum tak tertulis yang dirumuskan sebagai Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur- General Principles of Good Administration).
Di Indonesia kekuasaan pemerintah sangat populer disebut kekuasaan eksekutif dalam prakteknya tidaklah murni sebuah kekuasaan eksekutif. Di negara manapun tidak pernah terjadi bahwa kekuasaan pemerintah hanyalah murni melaksanakan undang-undang.
Di Belanda jarang sekali menggunakan istilah yang berbau eksekutif. Istilah yang populer adalah Bestuur yang dikaitkan dengan Sturen dan Sturing. Bestuur dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dengan kekuasaan yudisial. Dengan demikian kekuasaan pemerintah tidaklah sekedar melaksanakan undang-undang, melainkan merupakan kekuasaan aktif. Sifat aktif disebut secara intrinsik merupakan unsur-unsur utama dari Sturen. Adapun unsur-unsur tersebut adalah :
a.    Sturen merupakan suatu kegiatan kontinyu;
b.    Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah konsep hukum publik, maka penggunaan kekuasaan harus dilandaskan pada asas-asas negara hukum, asas demokrasi dan asas instrumental.
Berkaitan dengan asas negara hukum adalah asas Wet-en Rechtmatigheid van Bestuur. Dengan asas demokrasi tidaklah sekedar adanya badan perwakilan rakyat tetapi juga asas keterbukaan pemerintah dan lembaga peran serta masyarakat (Inspraak). Asas instrumental berkaitan dengan hakekat hukum administrasi  sebagai instrumen. Dalam  kaitan  ini  asas  efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pemerintahan (Philippus. M. Hadjon, 1992 : 3). Kekuasaan bebas (Freies Ermessen - Discretionary Power) semula seakan-akan tidak terjamah oleh rechtmatigheids Toetsing sudah lama ditinggalkan. Kriterium umum yang digunakan untuk menilai segi Rechtmatigheids kekuasaan bebas itu disebut Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur atau General Principles of Good Administration, yang kemudian di Indonesia diterjemahkan sebagai asas-asas umum pemerintahan yang baik atau patut atau layak.
Di Belanda usaha untuk menempatkan kekuasaan bebas dibawah Rechtmatigheids Controle mula-mula dirintis oleh Komisi De Monchy dan disusul komisi van Der Grinten. Kedua Komisi tersebut mengetengahkan Behoorlijkheid sebagai sarana untuk menguji Rechtmatigheid penggunaan kekuasaan bebas. Apa saja yang termasuk Behoorlijkheid oleh Wiarda dikemukakan ada 5 asas yaitu :
1.    Asas Fair ply;
2.    Asas kecermatan;
3.    Asas Sasaran yang tepat;
4.    Asas keseimbangan;
5.    Asas kepastian hukum (Philippus M.Hadjon :1992 : 16).
Berkenaan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, Crince Le Roy (Marbun, 2003 :285) mengemukakan 11 asas yaitu :
1.        Asas kepastian hukum;
2.        Asas keseimbangan;
3.        Asas kesamaan dalam mengambil keputusan;
4.        Asas bertindak cermat;
5.        Asas motivasi;
6.        Asas jangan mencampurkan kewenangan;
7.        Asas permainan yang layak;
8.        Asas keadilan atau kewajaran;
9.        Asas menanggapi pengharapan yang wajar;
10.    Asas meniadakan akibat akibat suatu keputusan yang batal;
11.    Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi;
Selanjutnya Kuncuro Purbopronoto menambahkan 2 asas yaitu :
12.    Asas kebijaksanaan;
13.    Asas penyelenggaraan kepentingan umum.
Di Indonesia salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme guna terwujudnya penyelenggaraan negara yang baik dan bersih telah diatur dalam Ketetapan MPR No.XI/MPR/1998, yang kemudian ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Undang Undang No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi Kolusi Dan Nepotisme. Di dalam Undang undang ini, diatur mengenai asas asas penyelenggaraan negara yang dalam Pasal 3 dan Penjelasannya ditetapkan penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (Good Governence) berupa asas asas umum pemerintahan yang mencakup :
a.    Asas kepastian hukum;
b.    Asas tertib penyelenggaraan negara;
c.    Asas kepentingan umum;
d.    Asas keterbukaan;
e.    Asas proporsionalitas;
f.     Asas profesionalitas;
g.    Asas akuntabilitas.
Dengan demikian Undang-Undang No.28 Tahun 1999 telah mengakomodasi sebagian dari asas-asas umum pemerintahan yang baik. Hal ini mengandung arti bahwa asas asas tersebut telah mendapat tempat dalam tata hukum Indonesia, sedangkan asas asas lainnya masih dalam bentuk hukum tidak tertulis.
Dalam kaitan ini, Muchsan (1999 : 18 ) berpendapat bahwa apabila dalam melaksanakan fungsinya aparat pemerintah bersih dari perbuatan yang sewenang wenang serta mengacu dan melaksanakan asas-asas umum pemerintahan yang baik, dapat dijamin terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Kendatipun demikian, mesti diingat bahwa prinsip Good Governence ini bukanlah Drug of Choice (obat manjur) untuk melindungi dan membersihkan negara ini dari isu KKN tetapi setidak tidaknya menjadi pedoman kita bertindak dalam upaya terwujudnya pemerintahan yang bersih.
Akhirnya sebuah harapan untuk membangun terwujudnya pemerintahan yang bersih, sehingga menjadikan negara kita sebagai negara yang adil dalam kemakmurannya dan makmur dalam keadilannya, sebagaimana Heinrich Heine (Mustamin Dg. Matutu, 1972 : 30 ) dalam rangkuman sajaknya yang berbunyi :               
Suatu lagu baru,
Suatu lagu yang lebih baik,
Itulah, oh kawan kawanku, yang ingin kuciptakan,
Sudah di dunia ini hendak kita dirikan Negara Sorga.
Kamipun tentu ingin turut serta mendirikan Negara Sorga, tetapi dengan tambahan tanpa harus lebih dahulu melalui Neraka.                   
Penutup

Berdasarkan pembahasan terhadap pemerintahan yang bersih dan Good Governence, maka sebagai kesimpulan dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.    Konsep pemerintahan yang bersih bukanlah konsep normatif, sehingga untuk mengukurnya tidak ditemukan adanya indikator standarisasi sedangkan konsep Good Governence erat relevansinya dengan manajemen pengelolaan kebijakan pembangunan baik di bidang hukum, politik dan ekonomi.
2.    Dalam Negara Kesejahteraan  kendatipun pemerintah mempunyai kewenangan bebas (Freeis Ermessen), namun ia tetap dilandasi oleh Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Good Governence) yang dijadikan  sebagai pedoman dan sarana pengujian  atas tindakan pemerintah.



















DAFTAR PUSTAKA
Afan Gaffar, 1997. Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Abdul Gani Abdullah, 2002. Asas Umum Pemerintahan Baik di Indonesia, Jurnal Keadilan, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan, Jakarta.

Hamza Baharuddin, 2006. Hak Gugat Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Rangka Kontrol Terhadap Pelayanan Publik (Disertasi), PPS UNAIR, Surabaya.

Laica Marzuki, 2005. Berjalan-jalan Dirumah Hukum, Konstitusi Press, Jakarta.

Muchsan, 1992. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

__________, 1999. Perwujudan Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa Dalam Negara Kesejahteraan, Univ. Gajah Mada Yogyakarta.

Muin Fahmal, 2004. Peran Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih (Disertasi), PPS UNHAS, Makassar.

Mustamin Dg. Matutu, 1972. Selayang Pandang (Tentang) Perkembangan Type-type Negara Moderen, Hasanuddin University Press, Makassar.

Philipus M. Hadjon, 1994. Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Airlangga University Press, Surabaya.

____________, 1992. Pemerintahan Menurut Hukum, Universitas Airlangga Surabaya.

S. F. Marbun, 2003. Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, UII Press. Yogyakarta.

Sedarmayanti, 2004. Good Governence (Kepemerintahan Yang Baik), Mandar Maju, Bandung. UII Press Yogyakarta.

Tidak ada komentar: